-->

Subscribe Us

Ini Bedanya Anies Baswedan dengan Jokowi Dalam Menata Tanah Abang






TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan penataan kawasan Tanah Abang di era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi dinilai lebih tepat dibandingkan dengan Gubernur Anies Baswedan.

Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, pada saat itu Jokowi merelokasi pedagang kaki lima (PKL) masuk ke dalam Pasar Blok G Tanah Abang dan melarang keras mereka berjualan di pinggir jalan dan trotoar.

“Masukin (PKL) ke (Pasar) Blok G itu sudah betul. Karena jalur itu (Jalan Jatibaru) jalur padat," kata Agus Pambagio kepada Tempo saat dihubungi pada Sabtu, 23 Desember 2017. "Kalau jalur itu sekarang ditutup, orang mau lewat mana?”
Dalam konsep penataan kawasan Tanah Abang tahap pertama, Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menutup Jalan Jatibaru Raya yang terletak di depan Stasiun Tanah Abang pada pukul 08.00-18.00 WIB setiap hari. Penutupan berlaku untuk kedua jalur, baik yang mengarah ke Jalan Kebon Jati maupun sebaliknya.

Kendaraan pribadi dan umum dilarang melintasi jalan itu pada waktu yang telah ditentukan. Selama sepuluh jam setiap hatinya, satu jalur Jalan Jatibaru Raya yang mengarah ke Jalan Kebon Jati dijadikan tempat jualan PKL yang sebelumnya berdagang di trotoar. Sedangkan satu jalur lainnya untuk perlintasan bus Transjakarta sebagi pengganti angkutan umum yang biasa lewat di situ.

Agus bahkan berpendapat, kebijakan Gubernur Anies Baswedan di Tanah Abang yang menggunakan jalan raya untuk PKL melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang itu menyebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Ayat 2 menyatakan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.

Selanjutnya, Agus meneruskan, dalam Pasal 275 Ayat 1 juga disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

“Ngawur itu kebijakan (Anies Baswedan di Tanah Abang). Kalau mau jualan, ya di pasar. Jualan, kok di jalanan,” ucap Agus Pambagio.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Deddy Herlambang sependapat dengan Agus bahwa penggunaan jalan raya untuk berjualan melanggar aturan, kecuali untuk acara-acara tertentu seperti car free day.

“Ya, tetap tak diizinkan jalan untuk berjualan karena melanggar regulasi,” katanya pada Sabtu, 23 Desember 2017.

Deddy mengatakan, kebijakan Anies Baswedan telah melanggar Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pada ayat 1 pasal itu disebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. Sedangkan ayat 2, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan. Kemudian ayat 3 menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.

Oleh sebab itu, baik Agus dan Deddy meminta Pemerintah DKI mengkaji ulang kebijakan penataan Tanah Abang yang baru diberlakukan pada Jumat lalu, 22 Desember 2017 karena dinllai merugikan masyarakat. “Masyarakat yang merasa dirugikan bisa menggugat kebijakan itu ke pengadilan,” kata Agus mengakhiri perbandingan penataan Tanah Abang oleh Anies Baswedan dengan Jokowi sebelum menjabat Presiden RI.



0 Response to "Ini Bedanya Anies Baswedan dengan Jokowi Dalam Menata Tanah Abang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel