-->

Subscribe Us

Hati-hati! Analis ini Sebut Foto di Comberan Ternyata Rekayasa, Ini Penjelasannya







Menurut seorang penulis bernama Kajitow Elkayeni yang mendadak jadi analis foto, foto comberan itu adalah foto rekayasa. Dan ketika saya mencoba mencari foto PKL di Tanah Abang, ternyata itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh analis tersebut. Dengan demikian, kita harus lebih kritis lagi dalam menyebarkan gambar. Waduh, sebelumnya saya sudah tulis artikel ini dan sudah kadung viral pula. Bagaimana ini? Simak penjelasan orang ini. Selengkapnya…

Pertama, analis ini menyebutkan bahwa foto di comberan adalah hasil rekayasa. Menurutnya, semua foto rekayasa, karena dipersiapkan sedemikian rupa, agar tujuan tertentu tersampaikan. Ia menggunakan contoh seorang model yang memberikan pose agar bagian tubuh yang ingin diekspos menjadi terlihat idah atau gagah.


Foto di comberan pun demikian. Agar terkesan natural, ia tidak menggunakan alat, melainkan tangan. Mungkin ini makna dari naturalisasi sungai. Luar biasa.

Kedua, analis ini menuliskan bahwa orang kedua di kiri, tidak fokus membersihkan comberan. Dengan kata lain, ia malah terfokus kepada hal yang lain, yakni sang kamerawan yang menangkap momen rekayasa tersebut. Dengan senyum simpulnya, memberikan indikasi bahwa mereka kurang persiapan. Ketika gabener sudah total, orang ini malah berpose photobomb. Cut! Kita ulangi sekali lagi!

Ketiga, orang yang berdiri di tepi kiri, dianggap sebagai kamerawan cadangan, agar momen membersihkan comberan bisa diabadikan dengan sempurna, dari berbagai angle. Ya, angle, bukan enjel. Kalau enjel itu mantannya Roma, ibu kota Italia. Cukup Roma! Cukup!

Keempat, di bagian kiri, sang analis itu menuliskan bahwa ada seorang warga yang menyilangkan kakinya, seolah tak perduli ada otoritas tinggi yang sedang nyamplung ke comberan. Memang gabener yang merakyat ini, tidak dianggap ada, bahkan cenderung dicueki.

Analis ini mengatakan bahwa sikap santai seperti di pantai, menandakan bahwa penduduk tahu persis bahwa adegan itu adalah rekayasa. Aduh, saya malu, padahal artikel saya sudah viral, ternyata rekayasa.

Kelima, di ujung kanan bagian kali, ada seorang oknum bersih-bersih yang sambil menatap ke arah gabener, sambil memegang sekop tanpa menyentuh comberan. Tukang yang membawa sekop itu tidak membantu, ataupun memberikan arahan kepada gabener, bagaimana cara mengeruk comberan dengan sekop. Mengapa harus sekop?

Karena jika pakai tangan kosong tanpa sarung tangan, itu lumpur dengan kadar “semua ada”, masuk ke kuku. Setelah masuk ke kuku, mau dibersihkan berapa banyak sabun pun, tinta hitamnya akan sulit hilang. Saya pernah mengalami itu.

Keenam, seorang di belakang pengeruk comberan dengan tangan kosong, sepertinya tahu ada seorang yang membawa sekop dan santai-santai, seperti di pantai di ujung kanan foto. Analis ini mengatakan bahwa ia bukan bagian dari tim bersih-bersih, atau mungkin agak tinggi jabatannya.

Ia seolah ingin memanggil tukang sekop tersebut, namun apa daya, melihat gabener sudah mencemplungkan tangannya ke comberan, dan semua sudah terlambat Roma. Rolling… Acti… Ah! Kecepetan!


Ketujuh, pengisian kantong yang terlihat kosong, menandakan ketika ia mengorek comberan dengan tangannya, itu merupakan awal-awal aktifitas. Artinya, setelah itu ia bisa saja langsung naik, dan langsung membersihkan tangannya. Mungkin saja ia sedikit melakukan manicure dan pedicure, untuk menghilangkan comberan yang masuk ke kuku kakiku kaku-kaku karena kena kursi kayu kakekku. Loh?

Kedelapan, sebagai seorang berpendidikan tinggi, apalagi produk Amerika, ia seharusnya tahu bahwa ada alat yang bisa digunakan untuk mengorek comberan yang berisi “semua elemen”. Ia bisa saja pakai sekop atau pakai alat berat yang dioperasikan oleh satu orang dengan beberapa rekan, ketimbang menyuruh puluhan orang menceburkan diri ke comberan.

Namun sekali lagi, analis ini mengatakan bahwa ia akan lebih terlihat natural jika pakai tangan. Inilah saatnya kebangkitan tangan kosong!

Kesembilan, mimik sang pengeruk sangat serius, bahkan tampak marah. Sementara di poin kedua, ada oknum yang terlihat tertawa ke arah kamerawan. Kedua mimik ini sangat bertolak belakang. Menurut analis, itu seriusnya pura-pura. Namun saya punya pandangan lain. Rasanya pengeruk itu bukannya marah, namun bisa saja ia hanya menahan bau comberan tersebut.

Siapa yang pernah merasakan bau comberan? Saya rasakan dari jauh, comberan baunya seperti pizza. Namun jika dari dekat, baunya seperti pisang… Kambing… Ah, kebaca deh kalau bicara pisang dan kambing!

Kesepuluh. Foto ini memiliki sebuah narasi. Foto ini menawarkan narasi. Mungkin jika saya ingin bercerita kepada anak cucu saya, saya akan berkata demikian.


Cu, kakek dulu punya seorang pemimpin yang benar-benar total untuk rakyatnya, ia membersihkan lumpur yang dalamnya sebetis, dengan tangan kosong. Urusan berhasil atau nda berhasil, itu nanti. Karena kalau kakek kasih tahu, ceritanya sudah tidak seru lagi”..

Hahaha. Jadi setelah analis Kajitow ini membuktikan bahwa foto ini rekayasa, apakah para pembaca Seword bisa menemukan bahwa foto PKL tersebut juga merupakan foto rekayasa? Cluenya sederhana. Lihat saja lingkaran-lingkaran merah yang saya berikan pada gambar di atas.

Betul kan yang saya katakan?




1 Response to "Hati-hati! Analis ini Sebut Foto di Comberan Ternyata Rekayasa, Ini Penjelasannya"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel