-->

Subscribe Us

Indonesia Butuh Habib Rizieq, Kita Semua Harus Ikut Jemput


Indonesia sebagai alternatif dunia mencari referensi perdamaian. Dan peran Indonesia yang aktif dalam perdamaian dunia secara langsung, telah menjelaskan kepada dunia, bahwa Indonesia adalah Ibunya peradaban dunia. Makanya tidak ada agama "langit" yang turun di Nusantara, kini Indonesia.

Bukan tanpa hikmah, mengapa agama langit tidak diturunkan tuhan di Nusantara. Tidak lain, karena leluhur kita telah menjadi manusia paripurna, maka bagi tuhan dipandang tidak perlu, agama diturunkan di sini. Sejarah turunnya semua agama langit, adalah sama. Ketika lingkungan sosial politik sangat tidak baik. Jahiliyah istilahnya.


Maka kita harus memandang sangat perlu, kalau Indonesia hari ini, pewaris leluhur yang besar, pewaris Ibu nya peradaban dunia, untuk menyegerakan resolusi-resoluis perdamaian baik di dalam terlebih untuk keluar dan dipandang ada bagi dunia.

Sebelum persitiwa 212, mau tidak mau, kita harus mengiyakan kalau, sudah lama bangsa inidan tidak berantem sendiri, sejak setelah G30S/PKI, iya kan? Dan begitulah roda perjalanan sekarah bangsa ini tetap berputar, sama persis.

Ditengah geliat negara dan pemerintah, berusaha mewujudkan cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia, pada periode Presiden hari ini. Nyatanya tanda-tanda gejolak zaman, perlahan masuk pada fase pertikaian dI antara sesama anak bangsa.

Dimulai dengan 212, yang jelas terasa sampai ke pelosok desa, dan menjadi bahan "diskusi" ibu-ibu di warung-warung sayuran. Sampai pada aksi teror tempat ibadah di mana-mana, dengan munuduhkan bahwa pelakunya adalah orang gila.

Mengapa orang gila? Pernah salah satu penulis seword menuliskannya, saya lupa judulnya apa, tapi pada intinya hanya ingin mengatakan, kalau orang gila itu ada yang mengorganisir, kemudian menunggangi-menunggangi.

Saya jadi ingat, cerita salah seorang sahabat saya, kalau dia punya seorang teman di kampungnya, yang alumni Menur, Rumah Sakit Jiwa di Surabaya. Temannya itu, beberapa kali berbuat "kriminal" hanya ketika pihak polisi memprosesnya, dia menunjukkan "sertifikat" gila dari Menur. Lhaa padahal, kesehariannya yaa seperti orang-orang pada umumnya.

Memang sesekali dia berkelakuan aneh, tapi sebenarnya dia juga menyadari kelakuannya itu. Pada kondisi yang memungkinkan, karena rasa penasaran seorang sahabat saya itu tadi, memberanikan diri menghampiri temannya alumni Menur tersebut.

Kemudian bertanya, "Kamu ini sudah sembuh beneran nggak sih"

"Kalau ndak sembuh, mengapa RSJ mengembalikan saya pulang" jawab temannya.

"Enak yaa jadi kamu, sadar melakukan apapun, tapi giliran terkena pelanggaran, kamu selalu lolos karena sertifikatmu"


"Hahahahaha, pengen? ayo tak pondokkan di Menur, jadi juniorku"

Memang bukan hal baru, mengapa fenomena, persekusi rumah ibadah di Yogyakarta kemarin, ditengarai pelakunya adalah orang gila. Dan satu lagi, ada juga kejadian yang sama di Tuban. Orang gila juga.


Ada hal aneh di sini menurut saya. Mengapa menggunakan orang gila, para play maker itu? Atau memang bukan orang gila, tapi ketika melakukan kejahatan itu mengaku tidak sadar, gila?

Masih ingatkan, anda dengan orang yang diantarkan ke rumah sakit jiwa, ketika dia berhalusinasi menjadi mujahid khilafah tempo hari? Bagai saya, ini semua bukan murni orang gila, tapi memang ada yang benar-benar membuat mereka gila dan seakan-akan gila, kalau sudah ketahuan.

Ada kemungkinan-kemungkinan "keluaran" tentang itu, tapi saya tidak akan menilai orang gila itu, tapi saya akan memungkasi artikel ini dengan, mengapa orang gila?

Bahwa ini semua adalah bagian dari gerakan-gerakan yang telah disusun secara tersistem, rapi dan terorganisir. Lantas mengapa harus menggunakan orang gila?

Ketika suatu organisasi sudah kehilangan kepalanya, maka semua gerakan dan intruksi yang ada menjadi samar-samar tak menentu arah. Jika ingin tetap dipandang ada eksistensinya, yaa jelas harus bikin goro-goro, yang "seakan-akan".

Lihat saja, ketika Habib Rizieq sebagai imam besarnya, tercap sebagai pemimpin yang pengecut, selain disinstruksi dan kehilangan tokoh utamanya, barisannya juga terpecah belah. Hal itu sangat tidak baik jika tetap dibiarkan.

Melihat kenyataan bahwa segala perpecahan yang ada pada kelompok mereka, berawal dari kepergian si mujahid pengecut itu, maka jalan satu-satunya yaa menjemputnya pulang.

Maka bagi kita, untuk menyelamatkan bangsa dari teror orang gila, lebih baik kita juga ikut senang dan bila punya uang ikut menjemput Habib Rizieq juga, jangan hanya kelompok mereka sendiri yang menjemput.

Dengan begitu, kesucian dan kemuliaan identitas orang gila, tidak mereka tunggangi lagi. Dan membantu mereka untuk menjadi mujahid, yang kesatria. Tidak kaburan, tidak pakai akun anonim dan tidak bersembunyi di ketiak pelacur.



0 Response to "Indonesia Butuh Habib Rizieq, Kita Semua Harus Ikut Jemput"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel