Ganti Tagar Save Ulama Negeri Dengan #SaveHabibRizieq
Urusan agama masih begitu hangat dan isu-isunya sering trending. Dan tak jarang juga banyak yang mendadak relijius, meski itu hanya tampak di sosial media. Itulah kenyataan dari wajah-wajah online yang bisa kontras dengan wajah-wajah offline.
Urusan haramnya babi termasuk tema yang sering terjadi. Bukan hanya kali ini saja, dulu juga pernah ribut-ribut. Salah satunya ada video viral di kisaran Jakarta Utara. Seseorang melarang tetangganya masak di rumahnya sendiri karena menurutnya lagi masak babi. Padahal yang dilarang masak ini tidak menawarkan kepada si orang yang melarang ini untuk makan babi. Lagian jarak rumahnya masih jauh dikit.
Disini tampak ada orang yang tiba-tiba menjadi "pembela agama" meski mungkin bukan dari lulusan sekolah tinggi Islam atau dari pesantren yang sudah lama mondok. Orang itu yang penting semangat saja, bahwa apa yang dilarangnya sudah benar.
Namun tindakan itu sudah dinilai kaku dalam beragama. Makna perbedaan dan keragaman tak disikapi dengan bijak. Jadi kalau hanya doyan melarang-larang ini bisa masuk kategori intoleran, atau bahkan termasuk radikalisme menolak hidup bertetangga.
Saya kira ada aturan dan etika dalam hidup bertetangga. Dan membenci orang lain karena berbeda keyakinan justru memperlihatkan apa yang diyakininya akan mengalami goncangan karena faktor luar, padahal faktor dari dalam dan dari pikiranlah keyakinan kuat atau iman kokoh bisa terbentuk.
Urusan babi memang bisa dibilang lucu-lucu tidak sedap. Karena ada orang yang merasa pemegang kunci sorga telah melarang dan menekan pihak terkait agar warung makan babi ditutup. Padahal, kalau iman kuat, meski pun berjalan di kandang babi tidak akan berpengaruh, paling bau aja.
Jadi, inilah suguhan model beragama yang telah kita saksikan di era digital ini. Ada orang yang bangga jika bertindak menekan orang lain, menekan keyakinan orang lain, apalagi dengan menggunakan ayat-ayat dan hadis. Kita dibuat terheran-heran, karena mereka merasa pemegang tunggal kebenaran.
Jika sudah merasa sebagai pemegang tunggal kebenaran, keyakinan lain pasti diremehkan, bahkan dalam satu agama pun akan diremehkan karena berbeda mazhab atau cara pandang terhadap tafsir ayat. Apakah model beragama seperti ini yang akan membawa rahmat? Ataukah ini contoh berkeyakinan yang baik?
Dari urusan babi lalu kita melangkah melihat juga dalam urusan menggolong-golongkan ulama, sehingga bisa melihat benang merahnya kenapa sikap keberagamaan bisa semrawut gitu dan kaku?.
Di ranah twitter lagi trending tagar #SaveParaUlamaNegeri. Kalau dilihat sejenak tagarnya sepertinya ada ancaman besar terhadap para ulama di negeri kita, dan kita akan bertanya, ancaman apa yang dihadapi oleh para ulama? Sehingga kesannya ada Firaun yang bangkit kembali. Dan bisa ditebak, permainan tagar ini sepertinya untuk menggiring opini dan memberi kesan bahwa pemerintah telah bersikap seperti Firaun terhadap para ulama.
Dan setelah saya telusuri, oh...ternyata ulama yang mereka maksud hanyalah ulama-ulama yang selama ini sudah bermain politis dalam mendukung Prabowo dulu. Sehingga sudah bisa dipastikan, tagar itu memang kesannya universal, tapi dipakai untuk mengangkat pamor orang-orang tertentu yang disebut ulama itu, saat ini sepertinya telah mengalami kesulitan akibat ulahnya sendiri.
Ulama-ulama yang mereka maksud itu yang paling utama adalah Rizieq Shihab, disebutnya sebagai Imam besar. Ini terkait kesulitan Rizieq untuk kembali pulang ke tanah air. Dulu ia berharap Prabowo menang dan bisa balik ke tanah air dengan mudah dan dengan sambutan gagap gempita. Tapi sayangnya prediksi itu meleset, semuanya sudah menjadi kekuasaan Tuhan, sehingga mereka harus pasrah dengan kenyataan yang terjadi.
Wajarlah kalau yang menginginkan kembali ini nampak sedih dan mengeluarkan air mata. Apakah itu tangisan bersahaja atau untuk mengajak baper berjamaah sehingga menimbulkan empati?
Atau bisa juga mereka mencoba memperlihatkan ke publik bahwa mereka sedang teraniaya. Padahal kita telah menyaksikan bagaimana kerasnya suara-suara mereka di panggung saat berceramah. Tak jarang kita dengar penghinaan terhadap pak Jokowi. Maka tangisan itu sepertinya lewat begitu saja, tak ada yang memperhatikan.
Selain Rizieq Shihab yang disebut ulama, ada juga Bactiar Nasir, Haikal Hasan, Abdul Somad, Aa Gym dan yang sejenisnya. Namun ada ulama-ulama Kharismatik tidak dimasukkan, seperti Habib Lutfi, KH Mustofa Bisri, Prof Quraish Shihab dan lainnya.
Intinya, Islam itu universal dan rahmatan lil alamin dan harus fair. Sehingga tidak mengelu-elukan hanya sosok tertentu sebagai ulama. Ulama banyak tapi nabi akhir zaman tetap satu yaitu Muhammad SAW. Maka adillah sejak dalam pikiran sehingga jernih melihat mana yang zolim dan mana yang membela ummat.
Dan perlu diketahui juga, boleh saja Imam mesjid banyak tapi Imam sejati akhir zaman itu hanya satu, yaitu Imam Mahdi yang berasal dari keturunan Rasulullah yang dinantikan.
Jadi, jangan sampai, mengutuk Fir'aun tetapi ternyata cara beragamanya seperti Fir'aun, atau malah bersaing dengan Fir'aun. Jadi, wajib berhati-hati.
Begitulah kura-kura.
0 Response to "Ganti Tagar Save Ulama Negeri Dengan #SaveHabibRizieq"
Post a Comment