-->

Subscribe Us

Menutup Restoran Daging Babi, Lebih Tuhan dari Tuhan





Kemarin saya melihat sebuah capture gambar dari akun sosial media seorang ustad, yang begitu bangganya karena telah berhasil menutup tempat penjualan daging babi di sebuah mall. Alasan ditutupnya sederhana, karena telah berani berjual terang-terangan di tempat umum.

Melihat kejadian tersebut saya jadi berpikir jauh dan bertanya-tanya, inikah ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi semesta?


Bukan apa-apa. Saya paham bahwa babi itu haram dimakan. Menjadi halal hanya kalau terpaksa atau dalam kondisi darurat, semisal berada di tengah hutan dan hanya ada babi yang bisa dimakan. Tapi di jaman sekarang, apalagi di mall, babi jelas tak akan pernah menjadi halal karena alasan darurat.

Meskipun ada banyak ayat dan hadits, tapi pada intinya Islam itu santai. Tidak pernah memaksakan. Jangankan untuk urusan makan dan perut, bahkan untuk kewajiban menyembah Tuhanpun dibuat santai. Maksudnya, misal kamu sakit dan tak kuat berdiri, ya tak perlu memaksakan berdiri hanya untuk shalat. Kamu bisa duduk sambil duduk. Misal tak kuat duduk, ya shalatlah sambil berbaring.

Begitupun dengan para musafir atau orang yang dalam perjalanan. Misal di atas pesawat, perahu, atau bis, kita dibolehkan untuk shalat menghadap ke manapun sesuai arah kendaraan. Tak harus menghadap kiblat. Kalau tak ada air untuk wudu, atau ribet karena di atas kendaraan, bisa diganti dengan tayammum.

Tidak hanya mempermudah hal-hal yang menghalangi, bahkan Tuhan suka memberi rekomendasi. Untuk para musafir dalam perjalanan jauh, mencapai 85 Km atau lebih, dimungkinkan untuk menyatukan dua shalat, dikerjakan dalam satu waktu. Misal dzuhur dan ashar. Maghrib dan isya.

Bagi saya ini adalah sebuah pelajaran penting, gambaran utama tentang bagaimana Tuhan dan Islam begitu santai terhadap ummatnya. Tak ada paksaan dan tak mau memberi beban. Seolah semua ada solusinya, dan itu pasti mempermudah semua kendala yang kita hadapi.


Inilah kenapa saya selalu santai menghadapi banyak orang dan masalah. Tak mau memberi beban atau paksaan, sekalipun saya berhak untuk melakukan itu. Karena siapalah saya ini? Tuhan saja santai, masa kita yang hanya ciptaannya ini mau sok-soan maksa?

Nah, ketika saya membaca cerita ada ustad yang memaksa menutup tempat penjualan babi di sebuah mall, saya juga jadi berpikir betapa hebatnya ustad tersebut. Karena Tuhan tak pernah memaksa hambanya meskipun untuk urusan shalat dan puasa. Nah ini ada ustad yang bisa memaksakan kehendaknya hanya untuk urusan perut. Bukankah ini jadi lebih Tuhan dari Tuhan?

Cerita ini menjadi lebih lucu karena yang melakukan penutupan mengaku sebagai ustad. Maksud saya, misal yang menutup itu adalah FPI atau ormas-ormas preman lainnya, kita tak perlu kaget. Ya gimana, namanya juga preman. Kita tak perlu baper dan beradu argumen dengan preman, karena mereka punya jalan penyelesaian sendiri. Misalnya dengan bayar upeti, mungkin setelahnya bisa aman dari penutupan atau sweeping.

Nah kalau ustad, menutup tempat penjualan daging babi, ini bukan sekedar memaksakan kehendak dan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang santai. Tapi juga menutup pintu rejeki sesama manusia. Katanya Islam itu rahmat bagi semesta, lah kok nutup rejeki orang?

Saya memang bukan ustad. Bukan orang yang merasa lebih paham tentang ajaran dan syariat. Tapi kan boleh saja saya ikut berpendapat. Meski tanpa ayat-ayat dan penjelasan tafsir berat, saya yakin maksud dan pendapat saya juga bisa dipahami serta dapat diterima dengan baik oleh semua agama dan kalangan.

Saya takut untuk berdebat dengan membawa ayat-ayat alquran atau hadits. Karena itu jadi seperti pembenaran dari sebuah argumen yang mungkin terlihat lemah untuk diterima oleh orang lain.

Jadi kesimpulannya, bagi ummat muslim, daging babi itu memang haram untuk kita makan. Tapi melihatnya tidak haram kok. Jadi tak perlu takut atau merasa berdosa karena telah melihat babi atau dagingnya. Tak perlu ada penutupan atau sweeping.

Untuk ummat agama lain yang dibolehkan makan daging babi, kami minta maaf karena kini kalian jadi lebih sulit beli daging babi. Percayalah mereka yang menutut penutupan itu sejatinya adalah orang-orang yang baru belajar agama, yang melihat syariat dan ajaran hanya dari kitab-kitab. 

Begitulah kura-kura.


0 Response to "Menutup Restoran Daging Babi, Lebih Tuhan dari Tuhan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel