-->

Subscribe Us

Saya Minta Maaf Pada Umat Kristen dan Katolik Atas Ulah Ustad Somad






Momen saat Presiden Jokowi turun menyalami pimpinan upacara 17 Agustus kemarin menarik banyak perhatian. Apresiasi sederhana yang bisa dilakukan oleh semua Presiden itu, katanya baru terjadi kemarin. Ucapan terima kasih itu sederhana sekali, tapi efeknya begitu kuat.

Dalam waktu yang bersamaan, terkait insiden penghinaan oleh ormas radikal terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Walikota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur sampai meminta maaf secara terbuka kepada seluruh warga Papua, dan secara langsung kepada Gubernurnya. Permintaan maaf itupun sangat sederhana, tapi luar biasa karena diucapkan oleh para pimpinan daerah, yang bertanggung jawab atas segala kejadian di wilayahnya.


Terima kasih dan maaf adalah dua ucapan sederhana, semua orang bisa mengucapkannya. Tapi kadang dua ucapan tersebut hanya jadi opsi, bukan sebuah keharusan. Tak masalah kalau Presiden Jokowi tak mengucapkan terima kasih, pun tak jadi soal misal Khofifah atau Risma tak meminta maaf secara terbuka. Baru kali ini Jokowi turun ke menjabat pimpinan upacara, baru kali ini pula ada insiden dan perseteruan, pimpinan daerahnya meminta maaf.

Bagaimanapun ucapan terima kasih Presiden dan permintaan maaf Khofifah tak akan mampu menyelesaikan semua masalah yang ada. Tapi, dampaknya jelas terasa. Terima kasih dari Jokowi mengajarkan kita tentang teladan mengapresiasi. Ucapan maaf Khofifah meredakan emosi mahasiswa dan warga Papua.

Dalam kasus yang berbeda, Ustad Somad dilaporkan ke Polisi karena dianggap menghina simbol agama Kristen dan Katolik. Sang ustad kondang tersebut mengatakan bahwa di salib dan patung yesus ada jinnya. Jin kapir. Bahkan Ustad menganjurkan agar lambang ambulance diganti, dipiloks menjadi bulan bintang. Karena itu juga bagian dari pemurtadan.

Muhammadiyah menilai ucapan Ustad Somad menghina simbol agama. ICMI juga sepakat, bahkan mendesak sang Ustad segera meminta maaf. MUI lebih diplomatis, meminta semua pihak saling memaafkan. Sementara PBNU enggan menilai, menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian.

MUI meminta agar saling memaafkan, pasti karena dalam alam bawah sadar mereka ada pengakuan telah terjadi kesalahan. PBNU meski tak mau menilai, dengan menyerahkan pada kepolisian, itu artinya tak ada yang salah dengan pelaporan kasus Ustad Somad. Berarti memang ada yang salah dan diproses.

Tapi, meski semua ormas Islam sudah berkomentar dan memberi nasehat, hari ini Ustad Somad menolak untuk meminta maaf. Ustad Somad menilai, kalau dirinya harus meminta maaf, berarti ada ayat yang harus dihapus dari ajaran Islam. Karena dia merasa yang disampaikannya sudah benar.

“Bahwa kemudian ada orang yang tersinggung, apakah saya musti meminta maaf… contoh dalam islam dikatakan: sesungguhnya, maaf, sesungguhnya memang bunyi ayatnya begitu, sesungguhnya kafir lah orang yang mengatakan Allah itu tiga dalam satu, satu dalam tiga. Saya jelaskan itu di tengah umat Islam. otomatis orang luar yang mendengar itu tersinggung atau tidak, tersinggung. Apakah saya perlu minta maaf. Udah terjadawab. Karena ajaran saya. Kalau saya perlu minta maaf berarti ayat itu perlu dibuang,” katanya.

Ya ya ya. Sejatinya publik dan kita semua itu tidak sedang mempermasalahkan kata kafirnya. Ustad Somad juga pasti tau soal itu. Kalau kemudian dia hanya fokus pada istilah kafir, yang dianggap menjadi sumber ketersinggungan, rasanya itu karena Ustad Somad tau bahwa hanya poin itulah yang bisa dia bantah untuk membela dirinya agar tak perlu meminta maaf.


Publik, dalam hal ini semua pihak baik yang muslim dan nonmuslim, itu tersinggung soal jawaban bahwa ada jin kafir di salib dan patung. Publik tersinggung karena umat Kristen dianggap menjadi biang kerok dan bisa membuat seseorang mati dalam keadaan suulkhotimah. Dianggap sangat ingin membuat muslim murtad, mengganggunya bahkan dengan mobil ambulance yang ada lambang plus mirip salib. Publik tersinggung karena ada unsur mengajak pada permusuhan dan saling curiga.

Tapi jelas sang ustad tak akan membahas itu semua. Karena kalau dibahas, jelas dia tak akan mampu membela diri. Tak akan bisa berdalih bahwa ajaran Islam memang begitu. Dan seterusnya. Makanya Ustad hanya fokus pada istilah kafir.

Dari sini kita bisa melihat bahwa meminta maaf itu bukan perkara mudah. Bahkan ternyata sulit diucapkan oleh pemuka agama yang selama ini ceramah-ceramahnya selalu menjadi panutan.

Padahal Muhammadiyah, ICMI dan MUI sudah membahas harus saling memaafkan. Artinya ada kesalahan yang perlu dimaafkan. Pihak-pihak yang tersinggung pun juga ada, dan mereka sudah melaporkan ke polisi. Pendeta juga ada yang tersinggung dan ingin mengajak dialog. Namun pada akhirnya, Ustad Somad menolak meminta maaf. Luar biasa.

Sejatinya setiap manusia bisa salah. Tapi ada juga manusia yang diingatkan kalau dirinya salah, lalu tidak terima dan merasa dirinya paling benar. Bahkan mengancam ayat alquran harus dihapus kalau dia meminta maaf.

Ya sudah, mau gimana lagi.

Tapi karena kejadian ini sudah terlanjur menyinggung banyak orang. Juga membuat saya pribadi malu, karena seolah menjadi bagian dari Ustad Somad. Maka ijinkan saya sebagia muslim, meminta maaf secara terbuka kepada semua umat Kristen dan Katolik, terutama teman-teman yang menjadi penulis dan pembaca Seword.

Mohon maaf atas semua ketersinggungan dan ucapan yang tidak menyenangkan. Mohon maaf atas ucapan dan kelakuan pemuka agama saya. Dan mulai hari ini saya menyatakan diri, menganut ajaran Islam yang berbeda dengan ustad Somad atau siapapun yang membenarkannya. Ajaran Islam yang saya tahu dan yakini, tidak seperti itu.



Saya Tidak menerima perdebatan. Saya minta maaf karena merasa terbebani secara moral dan ajaran atas kasus ini. Saya minta maaf karena Ustad Somad dan ormas Islam tidak mau mengucapkannya, padahal di luar sana sudah banyak yang tersinggung. Begitulah kura-kura.



0 Response to "Saya Minta Maaf Pada Umat Kristen dan Katolik Atas Ulah Ustad Somad"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel