-->

Subscribe Us

Tidak Perlu Ditangisi, Biarkan Rizieq Terlunta-lunta di Arab Sana!




Ada sebuah adegan lucu dan menggelitik dalam acara talk show “Mata Najwa” hari Rabu (31/7/2019) lalu. Acara bertema “FPI: Simalakama Ormas” itu menghadirkan beberapa narasumber, yang salah satu di antaranya adalah Kabid Penegakan Khilafah DPP FPI, Awit Mashuri. Anak buah Rizieq itu sempat menitikkan air mata karena rasa rindunya yang sudah tidak terbendung lagi.

Bolehlah menangis. Tidak apa-apa. Adalah hak setiap orang yang masih bernafas untuk menangis, bahkan menangis sejadi-jadinya hingga menjerit-menjerit, juga tidak apa-apa. Tapi janganlah di depan khalayak ramai begitu, terlebih-lebih di depan kamera televisi dalam sebuah acara yang ditonton oleh jutaan pasang mata. Malu, tau gak.


Tapi apa boleh buat. Sudah sempat terlanjur. Ada seorang lelaki yang mengurusi hal-hal terkait penegakan khilafah, sekali lagi, yang mengurusi hal-hal terkait khilafah di sebuah organisasi kemasyarakatan yang terbilang cukup besar dan dikenal luas di negeri ini, termehek-mehek hanya karena rindu. Bagaimana menegakkan khilafah jika karena rindu saja harus nangis.

Tidak perlulah begitu. Apakah aksi tersedu-sedu itu hanya sebuah drama untuk menarik simpati publik, saya tidak tahu juga. Tapi menurut saya sih, drama. Santai saja. Rizieq pasti pulang kok. Pasti pulang. Masalah waktu kepulangannya kapan, itu dia yang belum kita tahu. Bisa jadi besok, minggu depan, tahun depan, atau setelah meninggal mungkin. Hanya Tuhan yang tahu.

Jangan sedikit-sedikit menghubung-hubungkannya dengan politik. Itu sebuah sikap yang sangat tidak elok dan tidak beradab. Kasus Rizieq dipolitisasilah. Pemerintah mengintervensi -bahkan disebut sebagai invisible hand - kasus Rizieqlah. Pemerintah telah menzalimi Rizieqlah. Dan macam-macam lagi. Pemikiran dan praduga sesat seperti itu yang selalu menghantui para fans dan simpatisan Rizieq Shihab.

Padahal kan tidak. Tidak ada yang mempolitisasi kasus Rizieq. Tidak ada pula campur tangan pemerintah di balik pelarian dan kepulangan Rizieq. Tetapi selama ini cap jelek itu terus-menerus dialamatkan kepada pemerintah. Kenyataannya? Mereka yang selama ini berada di luar pemerintahlah yang menggiring opini publik, yang mengakibatkan para laskar FPI dan para pemuja Rizieq Shihab terprovokasi dan akhirnya kebakaran jenggot.

Rizieq kabur ke Arab Saudi karena ulahnya sendiri. Semasa ia masih di tanah air, mulut comberannya itu tidak henti-hentinya menghujat pemerintah. Suaranya begitu lantang dan menggelar menyebut pemerintahan Jokowi sebagai pemerintah yang anti-ulama, pemerintah PKI, dan berbagai tuduhan kasar dan tidak berdasar lainnya.

Sejak pendirian FPI, Rizieq sibuk menebar kebencian. Aksi sweeping terhadap apa saja yang tidak sejalan dengan ormas yang ia pimpin, dilakukan di mana-mana. Sudah tidak tahu lagi entah berapa banyak tempat-tempat ibadah umat Kristen yang ia dan anggotanya datangi untuk ditutup paksa, dan sadisnya bahkan mengancam membunuh pendetanya.

Pancasila ia hinakan. Orang Sunda ia cela. Para ulama yang kebetulan tidak sejalan dengan ajaran yang ia anut ia hinakan, dan ia tuduh sebagai ulama “kafir.” Ia juga dengan tegas mendukung konsep perjuangan organisasi teroris ISIS. Ia, dalam berbagai kesempatan dalam setiap dakwahnya, senantiasa menyuarakan cita-citanya: tegaknya khilafah di Indonesia.


Hingga sebuah kasus yang benar-benar mencoreng “keulamaannya” terjadi. Ia seperti tidak mampu mengelak dari kasus mesum tersebut. Jika pada kasus-kasus lain ia seakan cuek dan terus mengaum seperti singa kelaparan, namun tidak untuk kasus yang satu ini. Ia tertunduk lesu. Karena Rizieq yang dikenal sebagai wakil Tuhan selama ini ternyata doyan melakukan aksi mesum dengan orang yang bukan muhrimnya.

Dan kasus chat mesumnya dengan Firza Husein itu pulalah yang mengantarkannya ke dunia barunya, yang mungkin selama ini tidak pernah sedikit pun terpikirkan olehnya. Rizieq yang selama ini nampak begitu gagah di panggung-panggung dakwah dan demo yang ia lakoni, seketika saja berubah seperti anjing kedinginan. Ia diam seribu bahasa.

Rizieq lantas kabur ke tanah Arab. Tahun ini adalah tahun keduanya di tempat pelariannya itu. Sudah tidak tertahan lagi keinginannya untuk kembali ke tanah air. Sudah tidak tidak tertahan pula rasa rindunya kepada para simpatisan fanatiknya, dan mungkin kepada Firza Husein. Ini mungkin loh ya?

Itu pula sebabnya ia begitu berapi-api mendukung Prabowo pada Pilpres lalu. Eh,ternyata gagal pula. Sehingga kesempatannya untuk kembali ke Indonesia terhambat. Sebab ia harus membayar denda lebih dari setengah miliar rupiah agar ia bisa keluar dari Arab Saudi. Jika tidak, yah, ia akan tetap di sana terlunta-lunta dengan segala kerumitannya.

Prabowo pun Sandi yang ia dukung, yang bahkan pernah menemuinya di tempat “pengungsiannya”, tidak pula nampak berniat untuk membantunya. Begitu pula sohibnya Amien Rais, Anies Baswedan, dan politikus lainnya, juga seakan tidak peduli. Sebenarnya Rp. 550 juta, angka yang cukup kecil bagi para politikus itu. Tapi mereka tidak mau rugi sepertinya.

Ya sudahlah! Biarkan sajalah Rizieq terlunta-lunta di tanah Arab sana, sembari ia terus merenungi nasibnya. Supaya ia sadar bahwa apa yang selama ini ia perbuat di tanah air telah menimbulkan kerusakan yang cukup parah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, telah mencoreng nama baik Islam, serta telah melukai hati banyak orang.



0 Response to "Tidak Perlu Ditangisi, Biarkan Rizieq Terlunta-lunta di Arab Sana!"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel