-->

Subscribe Us

Prabowo Sudah Game Over






Situng KPU menunjukkan perolehan suara Jokowi-Amin 55,90% unggul sementara dari Prabowo-Sandi yang hanya meraih 44,10% dengan data masuk 62,9%. Suara Prabowo-Sandi tertinggal sekitar 11 juta suara dari Jokowi. Data dari Jabar sudah masuk sebesar 44,2% yang merupakan lumbung suara Prabowo. Sementara Jatim sudah 45,2% yang diperkirakan menjadi lumbung suara Jokowi. Andai pun ada perubahan perolehan suara, kemungkinan defisit suara Prabowo tidak akan tertutupi.

Hasil ini sebenarnya sudah diprediksi dari quick count. Sebab hasil ini tidak jauh beda dengan keunggulan Jokowi versi quick count Lembaga-lembaga survei kecuali real count Prabowo-Sandi. Itulah sebabnya Prabowo secara terang-terangan menolak hasil quick count sementara wakilnya sendiri percaya, begitu juga partai-partai koalisi, karena dia sudah tahu kalau dia sudah kalah.


Menurut Yusuf Martak, deklarasi kemenangan Prabowo dilakukan karena mereka mendengar kabar bahwa kubu 01 akan segera mendeklarasikan kemenangan dengan tujuan untuk mengontrol opini publik. Jadi deklarasi dan sujud syukur itu tidak lain hanya sekedar pengkondisian psikologis para pendukungnya agar tetap berharap mereka menang.

Beberapa hari kemudian setelah hasil quick count keluar yang mengunggulkan Jokowi, mereka mengcounter dengan hasil real count internal yang tidak tahu di mana rimbanya dengan klaim kemenangan 62%. Lagi-lagi mereka sudah tahu mereka kalah tetapi tidak mau mengaku kalah.

Untuk melengkapi pengiringan opini dan menjaga psikologis pendukung serta para relawan di lapangan, mereka deklarasi lagi, sujud syukur lagi, main presiden-presidenan dan menebar narasi kecurangan. Sampai di sini sebenarnya Prabowo sudah meringis sendirian secara politis, karena koalisi sudah meninggalkannya.

Yang tertinggal hanyalah Gerindra dan kelompok politik agamis yang dikomandoi Rizieq Shihab dari Arab. PAN sudah mengangkat tangan dan mencoba melobi Jokowi, tetapi gagal. PKS pun sudah mengakui quick count yang membantah klaim kemenangan Prabowo yang 62% itu. Sandiaga pun menyelamatkan karir politiknya sendiri dengan mencoba menyapa para relawan die heart-nya di berbagai daerah serta mengakui Pemilu berjalan lancar dan damai serta jujur dan adil.

Tetapi sepertinya mereka tidak mampu mempertahankan semangat militan para relawannya. Relawan di daerah-daerah sudah ogah mengumpulkan data di berbagai daerah. Mereka pun kesulitan membuktikan bahwa mereka punya real count terpercaya. Akhirnya mereka mengemis form C1 dari Bawaslu.

Mereka juga tidak lupa menggerakkan people power. Sayangnya sudah tidak banyak yang mau bergerak. Sepertinya sudah lelah berjuang militan selama masa kampanye. Mereka sudah bekerja keras hingga mampu mendongkrak suara Prabowo sampai 40-an persen dari sekitar 20-an persen. Lalu kalau mau dikerahkan lagi untuk menggempur lawan, mereka sudah tidak kuat.


Terbukti, demo-demo di KPU hanya dihadiri segelintir orang. Demo di Bawaslu juga seperti itu, kurang dari seribu orang, mungkin kurang dari 500 orang. May Day – yang diharapkan bisa dikerahkan – pun tidak membuahkan hasil, buruh melempem. Maka people power-nya Amien Rais pun layu sebelum tumbuh.

Tetapi exit plan sudah disiapkan, yaitu ijtima ulama ketiga yang mengatasnamakan umat Islam. Sayangnya, ulama-ulama nasionalis sudah terlebih dahulu bergerak cepat untuk mendinginkan suasana. Mereka sudah terlebih dahulu menyejukkan hati yang panas. Maka ketika ijtima ulama ketiga merekomendasikan beberapa poin yang sangat provokatif, hanya respons dari kalangan politisilah yang muncul. Sementara rakyat sudah kembali beraktivitas seperti sedia kala.

Sayangnya exit plan ini sudah tidak sesolid sebelumnya. Hanya dua partai koalisi yang menghadirinya. Hanya sebagian politisi yang mendukungnya. Sementara yang lain melarikan diri cari selamat. Termasuk Sandiaga sendiri tidak diundang dan memang tidak mau hadir. Inilah yang semakin membuat rakyat sadar bahwa ijtima ulama itu tidak lain tidak bukan hanyalah salah satu strategi yang tidak terlalu penting untuk diperhitungkan.

Yang terakhir, dan paling meyakinkan rakyat bahwa Prabowo sudah berakhir adalah kehadiran AHY di istana. Katanya sih silaturahmi, tetapi di pertemuan empat matanya dengan Jokowi siapa yang tahu. Yang jelas, AHY seperti mengonfirmasi bahwa Prabowo sudah berakhir dan sudah waktunya membangun komunikasi dengan lawan yang mungkin dijadikan kawan.

Ini memang tidak lepas dari geliat politik Jokowi yang begitu elegan. Sebelum Prabowo semakin menggila, Jokowi sudah mengunci dengan rencana rekonsiliasi. Meski hanya rencana saja, kata rekonsiliasi itu sebenarnya sudah memadamkan setengah dari provokasi lawan. Apalagi ketika Prabowo menolak rekonsiliasi mengikuti anjuran PA 212, situasi yang sempat panah sudah teratasi 75%.

Sebelum Prabowo memprovokasi buruh, Jokowi sudah lebih dahulu makan bersama dengan pemimpin perserikatan buruh dan kemudian dengan buruh-buruh itu sendiri. Maka May Day, yang sempat disusupi itu, tidak punya gregetnya lagi. Jokowi akhirnya berhasil mengembalikan situasi sampai 85%. Praktis kegaduhan hanya ada di tingkat elite semata. Rakyat sudah kembali seperti sedia kala.

Prabowo bagaimana? Ya akan kembali ke Hambalang untuk lima tahun ke depan. Kalau masih mau maju loh. Intinya, Prabowo sudah game over.


Sumber

0 Response to " Prabowo Sudah Game Over"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel