Anies, Bambu dan Batu. Serta Dugaan Daur Ulangnya di Ibukota
Kalian masih ingat kontroversi pemasangan bendera negara peserta Asian Games 2018 yang hanya diikat di tiang bambu? Sekitar bulan Juli 2018 lalu masyarakat dihebohkan dengan kejadian itu. Tak sedikit yang menyayangkan, bendera dipasang di batangan bambu yang sudah dibelah-belah (tidak utuh satu batang) dan diikat seadanya dengan tali rafia ke pagar pembatas jalanan.
Memalukan. Mengesankan penyelenggara Asian Games tidak serius. Lebih jauh lagi bisa berimbas Indonesia dianggap tidak menghormati tamu-tamu negaranya. Anies saat itu langsung berkoar menyatakan pemasangan bendera itu murni inisiatif warga, tanpa campur tangan Pemprov DKI.
"Jangan sekali-kali anggap rendah tiang bendera dari bambu. Itulah tiang yang ada di rumah-rumah rakyat kebanyakan. Penjualnya rakyat kecil. Pengrajinnya pengusaha kecil. Penanamnya ada di desa-desa. Biarkan hasil panen rakyat kecil, hasil dagangan rakyat kecil ikut mewarnai Ibu Kota," kata Anies di kawasan GBK, Jakarta, (18/7/2018).
Walaupun kemudian hari ada tangkapan bukti foto di mana mobil Pemprov DKI kedapatan sedang mengangkuti bambu-bambu dan bendera di jalan raya, foto pasukan oranye sedang memasang bendera, dan warga biasa yang dimaksud Anies bernama Mas Tamran kedapatan sedang makan siang bersama dengan anggota Pemprov DKI. Ya sudah, cukup kita tahu saja.
Selepas bambu-bambu bendera purnatugas, muncul lah instalasi seni inisiatif Anies yang berjudul Bambu Getah Getih. Dibuat oleh seniman Joko Avianto dengan pengerjaan selama seminggu, terbuat dari 1500 batang bambu eks bendera? yang sukses terpasang tanggal 15 Agustus 2018 di Bundaran HI dengan menghabiskan biaya senilai 550 juta.
Karya yang mubazir, karena hanya mampu bertahan 11 bulan lalu dibongkar. Apa kata Anies soal ini? Anies seperti biasa dengan kemampuannya menata kata menyiratkan bambu itu mempunyai masa hidup, seharusnya hanya bertahan 6 bulan tapi alhamdulillah ini bisa sampai 11 bulan. Lalu bagaimana dengan anggaran fantastis 550 juta yang senimannya sendiri mengklaim harga karyanya hanya 300 jutaan saja, nggak sampai 550 juta?
"Anggaran itu ke mana perginya? Perginya ke petani bambu. Uang itu diterima oleh rakyat kecil. Kalau saya memilih besi, maka itu impor dari Tiongkok mungkin besinya. Uangnya justru tidak ke rakyat kecil. Tapi kalau ini, justru Rp 550 juta itu diterima siapa? Petani bambu, pengrajin bambu," kata Anies menjelaskan.
Lagi-lagi bawa nama Tiongkok, Cina, Pribumi, Rakyat Kecil. Khas Anies sekali. Padahal itu ngga ada hubungannya, Bambank. Dengan kemudahan internet sekarang ini, bisa dengan cepat sekali dibuktikan ada lusinan pabrik besi dan baja di sekitaran Tangerang dan Banten. Semuanya lokal, nasional. Apa kabar dengan PT. Krakatau Steel, Persero berbadan BUMN yang didirikan sendiri oleh Soekarno. Dia memproduksi baja dan perusahaannya berlokasi di Cilegon, Banten.
Pembongkaran bambu getah getih mulai dilakukan pada 17 Juli 2019. Dan di tanggal 12 Agustus 2019, Anies mulai membagikan daging kurban yang sudah diolah alias siap saji yang berbentuk seperti sarden. Wadahnya ada yang berupa kaleng dan besek. Bagi yang belum tau, besek itu terbuat dari anyaman bambu getah getih? yang sudah disayat tipis-tipis. Ada apa dengan Anies dan Bambu?
Kalau alasannya supaya ramah lingkungan dan kekinian (beda dengan gubernur-gubernur sebelumnya), kenapa pakai kaleng? Terus buat apa pakai besek di luar pas dibuka dalamnya dipakein kantong plastik juga Pak Anies? Sungguh saya gak bisa menalar di mana logikanya.
Oke sekarang kembali ke bekas lokasi monumen bambu getah getih yang sudah hilang itu. Kini berdiri monumen tumpukan batu yang gak jelas peruntukkan dan fungsinya. Satu hal yang pasti, tumpukan batu itu jadi mengingatkan saya akan kerusuhan 22 Mei kemarin, saat salah satu ambulans Gerindra kedapatan mengangkut batu-batu besar yang digunakan untuk aksi pelemparan batu ke aparat.
Anggaplah saya berlebihan, ini semua cuma kebetulan semata. Tapi dari kasus tiang bendera bambu, lalu ke monumen bambu getah getih, berlanjut ke pembagian besek daging kurban dari anyaman bambu, dan sekarang hadir monumen batu yang ditanami bunga ala kadarnya di atasnya. Tidak indah, malah terlihat jelek dan memalukan untuk ukuran ibukota negara Indonesia.
Melihat foto monumen itu sekali lagi, seolah mengingatkan Jakarta sekarang dipimpin oleh seseorang berkepala batu, yang tak tahu malu, tak bisa bekerja tapi menutupinya dengan kata-kata berbunga supaya terlihat tetap indah.
Ada apa dengan Anies, Bambu, dan Batu?
0 Response to "Anies, Bambu dan Batu. Serta Dugaan Daur Ulangnya di Ibukota"
Post a Comment