-->

Subscribe Us

Jokowi Menang 90 Persen di Papua, Tak Mungkin Minta Merdeka






Cerita tentang rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya rupanya berbuntut panjang. Meski sebenarnya cerita ini dimulai dari cerita hoax soal orang Papua mematahkan dan menjatuhkan bendera merah putih ke selokan. Faktanya, cerita itu tak pernah bisa dibuktikan. Dan yang menjatuhkan bendera ke selokan pun bukan orang Papua.

Tapi walau bagaimanapun Raisa sudah terlanjur nikah (bosen pakai istilah nasi sudah jadi bubur). Hoax selanjutnya adalah adanya korban jiwa dalam aksi penyerbuan terhadap asrama mahasiswa di Papua. Dan ini membuat orang-orang Papua terprovokasi sehingga turun ke jalan merusak gedung-gedung pemerintahan serta membakar pasar. Asap mengepul seolah mencekam.


Saya pikir, permohonan maaf dari Gubernur Jatim dan Walikota Surabaya bisa mendinginkan suasana. Saya juga berpikir bahwa keberpihakan Presiden Jokowi, yang dengan tegas mengatakan akan menjaga kehormatan pace mace dan mama-mama, seharusnya sudah bisa diterima sebagai pernyataan bahwa pemerintah bersama orang-orang Papua.

Tapi rupanya cerita makian “monyet” terhadap mahasiswa Papua di Surabaya itu kini digiring pada isu referendum. Kemerdekaan Papua. Setidaknya 60 orang mahasiswa berdemo di depan kementerian dalam negeri, untuk menyatakan Papua merdeka.

Muncul petisi. Muncul opini menyesatkan yang mengait-ngaitkan dengan isu-isu lama yang sejatinya sudah tidak relevan. Beberapa media terlihat mengompori dengan memuat berita bahwa negeri ini tak mau menghormati Papua, hanya mau sumber dayanya saja. Padahal ini isu lama, sebelum tahun 2014.

Hebat. Bermula dari cerita hoax, lanjut dengan provokasi “monyet,” kini berakhir pada tuntutan referendum. Saya jadi kagum dengan para dalang di belakang layar. Karena telah berhasil melakukan sebuah gerakan ciamik. Mereka berhasil mengkonversi dari kesalahan pribadi, masalah sosial, menjadi kesalahan pemerintah dan urusan referendum.

Tapi tenang saja. Tak perlu khawatir. Selain karena ini permainan lintas kepentingan, juga karena data-data dukungan berada di pihak Jokowi.

Pada tahun 2014 lalu, Jokowi menang 72 persen di Papua, dan 67 persen di Papua Barat. Dan di 2019 ini Jokowi menang 90 persen di Papua dan 79 persen di Papua Barat. Terlihat ada lonjakan yang cukup signifikan.


Jika pada 2014 lalu masyarakat Papua menilai ada harapan baru pada Jokowi. Maka pada 2019, dengan kemenangan telak, itu adalah tanda bahwa mereka puas dengan kinerja Presiden selama lima tahun terakhir.

Faktor-faktor penyebabnya pasti soal perhatian Presiden yang jauh lebih baik dari para pendahulunya. Pembangunan infrastruktur besar-besaran. Dari jalan raya, pelabuhan, pasar, pos lintas batas hingga bandara. Serta aneka subsidi yang dikucurkan triliunan rupiah untuk mengurangi ketimpangan.

Orang-orang Papua yang sebelum ini berjalan kaki membelah hutan, kini mereka bisa menikmati jalan raya. Saluran listrik terus dibangun, memastikan semua warga bisa menikmati cahaya lampu di malam hari. Kapal-kapal pengangkut barang yang sebelum ini jarang mampir dan membuat harga barang-barang di Papua mahal, kini sudah bisa ditekan dan lebih murah.

Jokowi tidak hanya berhasil meraih suara maksimal di Papua, tapi juga berhasil menekan angka golput. Di Papua Barat 16 persen dan Papua di bawah 10 persen angka golputnya. Padahal angka golput nasional adalah 19 persen. Yang artinya masyarakat Papua ikut aktif dalam pesta demokrasi, jauh lebih baik dari beberapa provinsi lainnya.

Satu persatu jenderal OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyerahkan diri dan menyatakan setia pada NKRI. Freeport yang menjadi masalah abadi sejak lama, kini juga sudah dikuasai dan Papua ikut memiliki.

Jadi kalau sekarang ada pihak yang mengompori Papua, mengajaknya merdeka, saya yakin itu akan sangat sulit terlaksana. Karena pada dasarnya orang-orang Papua sangat pro dengan Jokowi, yang secara otomatis pro dengan pemerintah. Mereka juga melek politik, itu ditunjukkan dengan rendahnya angka golput.

Bahwa kenyataannya sekarang ada yang berteriak referendum atau ingin memisahkan diri dari NKRI, ya mungkin ada yang terlewat tersinggung. Dan bagiamanapun Jokowi tidak menang 100 persen di Papua dan Papua Barat.


Dari semua faktor, dari semua yang sudah dilakukan oleh Jokowi dan pemerintah, sejatinya tak ada alasan atau faktor kuat bagi Papua untuk menuntut memisahkan diri dari NKRI. Begitulah kura-kura.



0 Response to "Jokowi Menang 90 Persen di Papua, Tak Mungkin Minta Merdeka"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel